UAS HEB ANALISA KASUS

Nama : Miftakul Jannah
Nim     : 170321100049
kelas : Agribisnis B

Kasus I
ANALISA KASUS PT DELTA MERLIN DUNIA TEKSTIL

Keberadaan hak cipta sebagai hak ekslusif bagi pencipta harus dapat dihormati dan juga  dihargai oleh siapa saja , hasil karya pencipta bukan pekerjaan yang dapat dilakukan dalam waktu singkat dan membutuhkan biaya besar ,sudah sewajarnya, hasil ciptaan orang lain harus dapat perlindungan hukum dari setiap bentuk pelanggaran hak cipta.
Berdasarkan penjelasan Pasal 5 Ayat (2) Pada prinsipnya Hak Cipta diperoleh bukan karena pendaftaran, tetapi dalam hal terjadi sengketa di pengadilan, pendaftaran menjadi suatu alat bukti, yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuktikan apakah Hak Cipta tersebut adalah benar ciptaannya dan hakim dapat menentukan Pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta;
a. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jendral atau;
b. Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu ciptaan.
Sehingga pendaftaran Hak Cipta walaupun hanya merupakan suatu proses administratif, namun di sisi lain penting sebagai suatu pembuktian apabila terjadi sengketa atas suatu ciptaan. Perlindungan Hak Cipta lahir bukan pada saat pendaftaran tetapi pada saat pertama kali diumumkan, pendaftaran hanya merupakan proses administratif yang sifatnya bukan merupakan satu kewajiban.
Berdasarkan kasus tersebut tersebut diketahui bahwa PT. Sritex sudah menciptakan dan menggunakan kode benang kuning tersebut sejak 1976, sepanjang PT. Sritex dapat membuktikan bahwa kode benang kuning tersebut adalah ciptaannya sejak 1976, maka permohonan pendaftaran Hak Cipta tersebut ke Ditjen HKI pada tahun 2011 hanya sebatas proses administrasi saja dan PT. Sritex berhak untuk keberatan dan/atau melarang pihak lain menggunakan ciptaannya walaupn sebelum ciptaannya didaftarkan ke Ditjen HKI.
Hal tersebut diatas sesuai dengan Pasal 35 ayat (4) Pendaftaran Ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dan timbulnya perlindungan suatu Ciptaan dimulai sejak Ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal ini berarti suatu Ciptaan baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar tetap dilindungi.
Namun demikian perlu dilihat lagi definisi dari ciptaan yang dilindungi, berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, disebutkan bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup;
a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. Lagu atau music atau tanpa teks;
e. Drama atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, sei kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni batikrupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, sei kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni batik;
j. Fotografi;
k. Sinematografi;
l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Berdasarkan Pasal tersebut diatas apakah kode benang kuning merupakan suatu ciptaan yang dapat dilindungi garis lurus pada tepi kain seharusnya tidak dapat dikatagorikan sebagai ciptaan yang dapat dilindungi, karena sebenarnya apabila dilihat berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta suatu ciptaan yang dapat dilindungi harus berupa suatu ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Kode benang kuning berupa garis lurus pada tepi kain jelas bukan merupakan suatu ilmu pengetahuan dan sastra, sedangkan seni dapat diartikan sebagai sesuatu yang diciptakan manusia yang mengandung unsur keindahan, apakah suatu garis lurus pada tepi kain berwarna kuning merupakan suatu karya seni. suatu garis lurus tidak mempunyai pola maupun desain tertentu, tidak mempunyai unsur keindahan, hanya berupa garis lurus di tepi kain dan berwarna kuning. Siapapun dapat membuat suatu garis di tepi kain dan hal tersebut seharusnya tidak dapat diklaim sebagai ciptaan seseorang, namun demikian apabila ciptaan tersebut telah terdaftar artinya Ditjen HKI beranggapan kode benang kuning tersebut adalah suatu karya seni atau ciptaan yang dapat dilindungi.
Ditjen HKI sebagai suatu instansi yang bertanggung jawab untuk mengelola dan mengadministrasikan Hak Kekayaan Intelektual, seharusnya lebih teliti dan juga lebih cermat dalam mengambil suatu putusan, tidak hanya sebagai instansi yang memproses secara administratifnya saja.
Dan dapat disimpulkan bahwa PT. Duniatex telah bersalah dan dapat dikenakan Pasal 72 ayat (1) tentang ketentuan pidana, yaitu Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 atau pasal 49 ayat 1 dan ayat 2 dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

KASUS 2
ANALISA HUKUM ATAS KASUS PT. SARIJAYA PERMANA SEKURITAS

Permasalahan yang muncul dalam kasus PT Sarjaya Permana Sekuritas ini yakni bahwa oleh BAPEPAM-LK menganggap sebagai kejahatan Pidana Umum dan bukan kajahatan pasar modal sehingga kasus ini diserahkan kepada pihak kepolisian untuk melakukan penyidikan. Dari kenyataan diatas maka alangkah baiknya jika permasalahan PT Sarijaya Permana Sekuritas ini coba kami tinjau dari sudut pandang Undang-Undang Pasar Modal khususnya yang menyangkut Kejahatan Pasar Modal.
Dilihat dari hukum undang-undang yang dilanggar oleh PT Sarijaya Permana Sekuritas maka akan lebih mengarah ke kejahatan pasar modal yang berupa penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 90 Undang-Undang nomor 8 Tahun 1995 yang isinya atara lain :
Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung:
a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun;
b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek. Namun seperti kita ketahui dalam sistem pembuktian pidana maka suatu kejahatan atau tindak pidana dapat terbukti jika memenuhi unsur-unsur pidana selain itu mengingat jika dikaji maka pasal ini merupakan delik materiil maka perlu untuk dijelaskan unsur-unsur pidana yang terkandung dalam pasal 90 tersebut, yaitu:
1. Unsur Kegiatan Perdagangan Efek
Dalam penjelasan pasal 90 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan “kegiatan perdagangan Efek” dalam Pasal ini adalah kegiatan yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan atau penjualan Efek yang terjadi dalam rangka Penawaran Umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian dan atau penjualan Efek di luar Bursa Efek atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik
2. Unsur Setiap Pihak
Yang dimaksud dengan pihak dalam undang-undang pasar modal khususnya pasal 1 angka 23 yakni orang perseorangan, perusahaan usaha bersama, asosiasi atau keompok terorganisasi.
3. Unsur menipu atau mengelabui pihak lain
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 378 tentang penipuan, disebutkan bahwa penipuan adalah tindakan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara:
-          Melawan hukum
-          Memakai nama palsu atau martabat palsu
-          Tipu muslihat
-          Rangkaian kebohongan
-          Membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang.
4. Unsur dengan menggunakan cara atau sarana apapun
Cara yang dimaksudkan jalan untuk melakukan sesuatu sedangkan sarana yang dimaksudkan yakni segala sesuatu yg dapat dipakai sbg alat dl mencapai maksud atau tujuan.Dari unsur-unsur pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 maka akan kita analisa lebih lanjut dihubungkan dengan fakta hukum yang terdapat dalam kasus PT Sarijaya Permana Sekuritas yakni :
1.)    Unsur Kegiatan Perdagangan Efek
Unsur kegiatan perdagangan efek yang terjadi dalam kasus PT Sarijaya Permana Sekuritas yakni Tindakan Herman Remli sebagai komsaris PT Sarijaya Permana Sekuritas yang melakukan transaksi efek baik penjualan maupun pembelian efek dengan menggunakan dana nasabah yang didebet dalam 17 rekening fiktif. Dengan demikian unsur kegiatan perdagangan efek telah terbukti.
2.)    Unsur setiap pihak
Unsur setiap pihak yang dimaksudkan dalam kasus ini yakni Herman Ramli sebagai orang perorangan. dengan demikian unsur setiap pihak telah terbukti
3.)    Unsur menipu atau mengelabui pihak lain
Unsur menipu atau mengelabui pihak lain yakni membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material yang berupa 17 rekening fiktif dan melakukan transaksi saham untuk dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Pihak-pihak lain yang ditipu yakni BAPEPAM-LK sebagai pengawas maupun Para SRO dan pihak nasabah sendiri yang dananya telah didebet pada 17 Rekening Fiktif tersebut. Dengan demikian nsur menipu atau mengelabui pihak lain telah terbukti.
4.)    Unsur menggunakan cara atau sarana apapun
Adapun cara yang digunakan Herman Ramli untuk melakukan tindak pidana pasar modal ini yakni dengan membuka 17 rekening fiktif dan mendebet dana 13074 rekening nasabah PT sarijaya permana sekuritas dan menaikkan batas transaksi untuk dapat melakukan transaksi sebagaimana mestinya.
Selain itu Herman Ramli juga diuntungkan karena memanfaatkan jabatannya sebagai komisaris dan pemegang saham terbesar pada PT. Sarijaya Permana Sekuritas untuk memerintahkan stafnya menaikkan batas transaksi dan meminta direksi untuk menyetujui penaikkan batas transaksi tersebut. Dengan demikian unsur menggunakan cara atau sarana apapun telah terbukti.
Sebagai salah satu bentuk konkretisasi dari peran Bapepam sebagai lembaga pengawas adalah kewenangan Bapepam untuk melakukan pemeriksaan. Yakni pemeriksaan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap UUPM. Dalam kasus PT. Sarijaya Permana Sekuritas indikasi kejahatan yang dilakukan oleh komisaris Herman Ramli sehingga peran bapepam harus diawali dengan melakukan tindakan pemeriksaan berupa meminta konfirmasi dari pihak pihak terkait yag diduga melakukan pelanggaran terhadap undang-undang pasar modal dan peraturan pelaksananya selanjutnya dari tahap itu dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni penyidikan, jika berkas penyidikan telah lengkap maka bisa dilimpahkan kepada kejaksaan untuk melakukan penuntutan.
Jadi kesimpulan yang diperoleh dari analisis diatas yakni Bahwa Kasus PT Sarijaya Permana Sekuritas dapat dikategorikan sebagai kejahatan pasar modal yakni penipuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995. Bahwa Peran Bapepam-LK dalam penyelesaian kasus ini yakni harus melakukan tindakan pemeriksaan dan penyidikan serta memberikan sanksi administrasi pada yang bersangkutan. .
Seharusnya dalam kasus PT Sarijaya Permana Sekuritas ini Bapepam-LK bisa berkoordinasi dengan pihak kepolisian maupun SRO (LPP, LKP, dan Bursa Efek Indonesia), namun kewenangan pemeriksaan dan penyidikan tetap berada pada Bapepam-LK serta  Bapepam-LK seharusnya bisa melakukan pengawasan yang lebih ketat mengingat kejahatan yang dilakukan oleh komisaris PT Sarijaya Permana Sekuritas telah berlangsung lama namun baru diketahui akhir tahun 2008.

KASUS 3
ANALISIS KASUS MOBIL NISSAN MARCH BERDASARKAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam hukum perlindungan konsumen terdapat 3 teori yang harus diterapkan oleh pelaku usaha kepada konsumen, yaitu:
1.Let the buyer beware (Caveat Emptor)
Teori ini berasumsi bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang seimbang. Kedudukan ini ditujukan kepada konsumen untuk menuntut agar berhati-hati dan bertanggung jawab kepada pelaku usaha. Pokok dari teori ini adalah ada hubungan saling membutuhkan antara konsumen dengan pelaku usaha (simbiosis mutualisme)
2.The Due Care Theory
Teori ini menjelaskan bahwa pelaku usaha dapat diminta pertanggungjawaban jika membuktikan kerugian yang dialami konsumen akibat pelaku usaha. Teori ini tidak menganut beban pembuktian yang sama dengan KUHPerdata, yang artinya beban pembuktian dalam hukum perindungan konsumen adalah beban pembuktian yg terbalik, yang pada umumnya dibebankan atas pembuktian atas pelaku usaha dimana pelaku usaha melihat apakah produk atau barang yang dikonsumsi merugikan konsumen. Kerugian konsumen tersebut diatur dalam Pasal 22 dan 28 UU Nomor 8 tahun 1999 tentag Perlindungan Konsumen.Berdasarkan Pasal 1865 KUHPerdata menyatakan “barangsiapa yang mengendalikan mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain, atau menunjuk pada suatu peristiwa, maka ia diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”. Sehingga teori ini memberatkan konsumen untuk menghadirkan bukti-bukti untuk memperkuat gugatannya jika menderita kerugian.
3.The Privity of Contract
Berdasarkan teori ini hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen berdasarkan adanya kontrak atau perjanjian (Pasal 1330 dan 1338 KUHPerdata). Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen jika diantara pelaku usaha dan konsumen telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal-hal diluar perjanjian, jika tidak dipenuhinya prestasi oleh kedua pihak maka hal tersebut termasuk dalam wanprestasi.Teori yang harus diterapkan oleh konsumen Ludmilla Arif dalam kasus diatas adalah Let the Buyer Beware Theory. Teori Let the Buyer Beware menjelaskan kedudukan konsumen dituntut untuk berhati-hati dalam membeli barang dari pelaku usaha agar tidak menimbulkan kerugian sepihak dikemudian hari. Dalam hal ini konsumen harus menyadari kedudukannya sebagai pembeli yang harus jeli dengan iklan suaru produk, dimana iklan dibuat semenarik mungkin dengan tujuan untuk menarik konsumen agar membeli produk yang dipasarkan.
Dalam kedudukan pelaku usaha berlaku the Due Care Theory. Teori ini menekankan bahwa pelaku usaha dapat diminta pertanggungjawaban jika membuktikan kerugian yang dialami konsumen akibat pelaku usaha. Pada kasus tersebut, PT. NMI telah nemerapkan teori ini dengan melakukan beberapa kali test drive untuk membuktikan kesalahannya dengan cara test drive di jalanan dalam kota tanpa kehadiran Ludmilla Arif,namun PT. NMI hanya menyampaikan informasi hasil test drive di jalan bebas hambatan. Hasil tersebut belum cukup untuk membuktikan trasmisi bahan bakar dan konsumen Ludmilla Arif menyatakan bahwa diiklan tidak tertera jika konsumsi bahan bakar diperoleh melalui jalan bebas hambatan saja.
Pasal 10 UUPK, yang menjelaskan bahwa:
“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
1.harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
2.kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
3.kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
4.bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.”
Pada pasal ini juga menyangkut larangan yang tertuju pada perilaku pelaku usaha yang tujuannya mengupayakan adanya perdagangan yang tertib dan iklim usaha yang sehat untuk menghindari adanya perdagangan yang dilakukan dengan cara melawan hukum.
 Jika dikaitkan dengan putusan BPSK dengan kasus PT. NMI dengan konsumen Ludmilla Arif, penerapan pasal ini sudah tepat dengan unsur yang menawarkan, mengiklankan, atau membuat pernyataan tidak benar mengenai kondisi mobil Nisan March. Oleh karena itu terpenuhinya unsur dalam kedua pasal UUPK ini, saya sepakat dengan penerapan kedua pasal tersebut dan putusan Majelis BPSK yang melanggar ketentuan dari UUPK dan PT. NMI sepatutnya bertanggung jawab dengan menjalankan hasil putusan tersebut dengan sungguh-sungguh.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyebab PT. Sriwangi dan Nyonya Meneer Pailit